PRINSIP PENENTUAN LABA
PANDANGAN
AL-QURAN MENGENAI PRINSIP PENENTUAN LABA DALAM KEGIATAN PERNIAGAAN
KARYA
ILMIAH
Di
Susun Oleh :
Windy
Vinorika Yuli Astuti
212418
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARIAH/MBS
TAHUN
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berniaga bukan semata-mata dengan tujuan mencari
untung, kerana di dalam perniagaan tidak sentiasa mendapat untung. Di dalam
perniagaan juga terkadang akan menemui yang namanya kerugian.
Tujuan perniagaan mengikut Islam sebenarnya ialah
hendak memperbesar, memperpanjang dan memperluaskan akttivitas syariat atau bertujuan ibadah dan mendapat
pahala yang banyak. Justru itulah di dalam perniagaan, hendaklah sentiasa
mencari keridhaan Allah SWT dengan niat yang betul serta perlaksanaan yang
betul.[1]Firman
Allah SWT di dalam Al-Quran Surat An Nur Ayat : 37
Artinya :
“Orang-orang lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingati Allah dan mendirikan sembahyang serta menunaikan zakat;mereka takut akan hari yang bergoncang segala hati dan pemandangan di waktu itu”. [2]
Artinya :
“Orang-orang lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingati Allah dan mendirikan sembahyang serta menunaikan zakat;mereka takut akan hari yang bergoncang segala hati dan pemandangan di waktu itu”. [2]
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
prinsip-prinsip Perniagaan menurut Al-Quran ?
2.
Apa
macam-macam larangan dalam peniagaan menurut Al-Quran ?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui prinsip-prinsip Perniagaan menurut Al-Quran.
2.
Untuk
mengetahui macam-macam larangan dalam peniagaan menurut Al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1.
Prinsip-Prinsip
Perniagaan Menurut Al-Quran
Islam
yang kita cintai ini menghormati hak kepemilikan umatnya. Karenanya, Islam
mengharamkan kita untuk mengambil hak saudara kita tanpa kerelaannya walau
sekedar bercanda. Tidak heran bila Islam menggariskan agar setiap perniagaan
dilandasi dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariah. [3]Berikut
ini merupakan prinsip-prinsip perniagaan menurut Al-Quran :
a.
Prinsip suka
sama suka
Allah berfirman di dalam Al-Quran Surat
An-Nisa’ Ayat : 29
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ
تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ج
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu”.[4]
Berdasarkan
pelajaran ayat di atas dapat kita pelajari bahwa betapa kacau kehidupan manusia
bila mereka mereka bebas membeli harta sesama, tanpa memperdulikan kerelaan
pemiliknya. Pertikaian, tindak anarkis, permusuhan bahkan pertumpahan darah
tidak mungkin terelakkan.
Berdasarkan
ayat ini, para Ulama` menyatakan, bahwa tidak sah perniagaan orang yang dipaksa
tanpa alasan yang dibenarkan.
b.
Prinsip tidak
merugikan orang lain
Umat
Islam adalah umat yang bersatu-padu, sehingga mereka merasa bahwa penderitaan
sesama muslim adalah bagian dari penderitaannya. Allah berfirman di dalam
Al-Quran Surat Al-Hujurat Ayat :10.
Artinya,
“Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara.”[5]
Dalam
riwayat Muslim no 2586 Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang
artinya, “Perumpamaan umat Islam dalam hal kecintaan, kasih sayang dan bahu
membahu sesama mereka seperti satu tubuh. Bila ada anggota tubuh yang
menderita, niscaya anggota tubuh lainnya turut merasakan susah tidur dan demam.
Imam
Nawawi mengatakan,, “Hadits ini dengan tegas dan jelas menunjukkan betapa agung
hak-hak sesama umat Islam. Hadits ini juga merupakan anjuran kepada mereka agar
saling menyayangi, berlemah lembut dan membantu dalam hal-hal yang tidak
termasuk perbuatan dosa atau hal-hal yang dibenci.” (Syarah Muslim, oleh Imam An-Nawawi
16/139).
Dalam
hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya, “Janganlah
engkau saling hasad, saling menaikkan penawaran barang (padahal tidak ingin
membelinya), saling membenci, saling merencanakan kejelekan, saling melangkahi
pembelian sebagian lainnya. Jadilah hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.
Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya. Tidaklah ia menzhalimi
saudaranya, tidak pula ia membiarkannya dianiaya orang lain dan tidak layak
baginya untuk menghina saudaranya. (HR. Bukhari, no. 5717 dan Muslim, no.
2558)
Dengan
dasar dalil-dalil ini dan juga lainnya, para Ulama` ahli fikih mengharamkan
setiap perniagaan yang dapat meresahkan atau merugikan orang lain,
terlebih-lebih masyarakat umum baik kerugian dalam urusan agama atau urusan
dunia.
Melanjutkan
pembahasan mengenai prinsip-prinsip di atas tidak ditemukan satu dalilpun yang
membatasi keuntungan yang boleh direngguk oleh seorang pedagang dari bisnisnya.
Bahkan sebaliknya, ditemukan beberapa dalil yang menunjukkan bahwa pedagang
bebas menentukan prosentase keuntungannya. Berikut adalah sebagian dari
dalil-dalil tersebut:
Dalil Pertama:
عَنْ عُرْوَةَأَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه
وسلّم، أَعْطَاهُ دِينَارًا يَشْتَرِي لَهُ بِهِ شَاةً فَاشْتَرَى لَهُ بِهِ شَاتَيْنِ
فَبَاعَ إِحْدَاهُمَابِدِينَارٍوَجَاءَهُ بِدِينَارٍ وَشَاةٍ فَدَعَالَهُ
بِالْبَرَكَةِ فِي بَيْعِهِ وَكَانَ لَوْاشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فِيهِ.
Atinya
:“Dari Urwah al Bariqi, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
memberinya satu dinar uang untuk membeli seekor kambing. Dengan uang satu dinar
tersebut, dia membeli dua ekor kambing dan kemudian menjual kembali seekor
kambing seekor satu dinar. Selanjutnya dia datang menemui nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam dengan membawa seekor kambing dan uang satu dinar. (Melihat
hal ini) Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mendoakan keberkahan pada
perniagaan sahabat Urwah, sehingga seandainya ia membeli debu, niscaya ia
mendapatkan laba darinya”. (HR. Bukhari, no. 3443)
Pada
kisah ini, sahabat Urwah Radhiyallahu ‘Anhu dengan modal satu dinar, ia
mendapatkan untung satu dinar atau 100%. Pengambilan untung sebesar 100% ini
mendapat restu dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan bukan hanya
merestui, bahkan beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berdo’a agar perniagaan
sahabat Urwah senantiasa diberkahi. Sehingga sejak itu, beliau Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam semakin lihai berniaga.
Dalil Kedua:
Berbagai
dalil yang telah dikemukakan pada prinsip pertama juga bisa dijadikan dalil
dalam masalah ini. Betapa tidak, pedagang telah secara sah memiliki barang
daganganny, maka tidak ada alasan untuk memaksanya agar menjual barangnya
dengan harga yang tidak ia sukai.
Dalil Ketiga:
Sahabat
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan bahwa para sahabat mengadu kepada Rasulullah SAW, “Wahai
Rasulullah, telah terjadi kenaikan harga, hendaknya engkau membuat ketentuan
harga jual!” Menanggapi permintaan ini, beliau Rasulullah SAW bersabda “sesungguhnya
Allah-lah yang menentukan pergerakan harga, Yang menyempitkan rezeki dan Yang
melapangkannya. Sedangkan aku berharap untuk menghadap kepada Allah dan tidak
seorangpun yang menuntutku dengan satu kezhaliman, baik dalam urusan jiwa
(darah) atau harta kekayaan.” (HR. Abu Dawud, no 3453, Tirmidzi, no. 1314
dan dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam kitab Misykatul Mashabih,
no. 2894).
Berdasarkan
dalil-dalil di atas dapat di cermati alasan Nabi Muhammad SAW menolak untuk
menentukan harga jual. Alasan beliau ini adalah isyarat nyata bahwa membatasi
harga jual atau mengekang kebebasan pedagang dalam menjual dagangannya adalah
bentuk kezhaliman. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa pedagang
bebas dalam menentukan harga jual dan besaran keuntungan yang ia inginkan.[6]
2.
Macam-Macam
Larangan Dalam Perniagaan Menurut Al-Quran
Walau pada
dasarnya pedagang bebas menentukan harga jual yang ia miliki, akan tetapi pada
saat yang sama ia tidak dibenarkan melanggar dua prinsip niaga diatas.
Karenanya para Ulama Fiqh menegaskan bahwa para pedagang dilarang menempuh
cara-cara yang tidak terpuji dalam meraup keuntungan. Karena tindak
sewenang-wenang pedagang dalam menentukan prosentase keuntungan sering kali
bertabrakan dengan kedua prinsip diatas. Terlebih bila pedagang menggunakan
trik-trik yang tidak terpuji. Di bawah ini merupakan beberapa larangan dalam
berniaga :
a.
Menimbun Barang
Sebagian
pedagang menimbun barang demi ambisi mengeruk keuntungan besar. Ini menyebabkan
barang menjadi langka dipasaran. Akibatnya, masyarakat terus-menerus menaikkan
penawarannya guna mendapatkan barang kebutuhan mereka. Sikap pedagang nakal ini
tentu meresahkan masyarakat banyak. Dan mendapatkan keuntungan dengan cara
semacam ini diharamkan dalam Islam.
b.
Penipuan
Karena
tidak ingin calon konsumennya memberikan penawaran yang rendah, sebagian
pedagang berulah dengan mengatakan kepada setiap calon konsumennya, bahwa modal
pembeliannya adalah sekian atau sebelumnya telah ada calon konsumen yang
menawar dengan harga tinggi, padahal semuanya itu tidak benar. Trik pemasaran
semacam ini tidak selaras dengan syariat Islam.
Allah
berfirman di dalam Al-Quran Surat Al Muthaffifin Ayat : 1-3.
Artinya, “Kecelakaan besar bagi orang-orang
yang curang. Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain mereka meminta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menibang untuk
orang lain, mereka mengurangi”.
3.
Pemalsuan Barang
Tidak
asing lagi, bahwa diantara trik pedagang dalam mengeruk keuntungan ialah dengan
memanipulasi barang. Barang buruk dicampur dengan yang baik, dan barang bekas
dikatakan baru. Ulah seperti ini pasti akan mengecewakan konsumen. Sehingga
asas suka sama suka tidak terpenuhi pada perniagaan yang disertai dengan
pemalsuan semacam ini..[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan dia atas penulis menyimpulkan bahwa :
Prinsip-prinsip
perniagaan enurut Al-Quran ialah :
1.
Prinsip suka sama suka.
2.
Prinsip tidak merugikan orang lain.
Macam-macam larangan di dalam perniagaan di
dalam Al-Quran ialah :
1.
Menimbun barang.
2.
Penipuan.
3.
Pemalsuan Barang.
B. Saran
Dalam Hubungan pembahasan karya tulis ini, penulis
menyampaikan saran sebagai berikut :
1.
Mendapatkan keuntungan besar adalah cita-cita
setiap pedagang, akan tetapi tidak sepantasnya menghalalkan segala cara.
Citai-cita ini mesti diupayakan dengan tetap menjaga akhlaq mulia anda sebagai
seorang muslim. Tidak sepantasnya cita-cita ini menghanyutkan anda, sehingga
lalai untuk berbuat baik.
2.
Ingatlah selalu, sikap mulia yang anda
tunjukkan kepada saudara anda, tidak akan sia-sia. Semua akhlak mulia, pasti
mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah. dengan menentukan harga jual yang
sewajarnya dan tidak memasang target keuntungan yang memberatkan konsumen.
Dengan demikian, kekayaan dan kebahagiaan hidup yang di dambakan dengan
keuntungan melimpah akan dengan mudah di dapat.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar basyir,
Prinsip-Prinsip Perniagaan Dalam Islam, Yogyakarta:Husada, Gramatika, 1987
Depag RI. Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta
: Depag RI 1995.
M.
solahuddin, , Hukum Jual Beli :
Raja Grafindo Persada,2007
Suhrowardi lubis, Mengupas Sejarah Peniagaan Bangsa Arab,Jakarta:
Sinar Grafika,2000.
Quraish, Shihab, M.,Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan,
2009
[1] Suhrowardi lubis, Mengupas Sejarah Peniagaan Bangsa Arab,Jakarta:
Sinar Grafika,2000. Hlm.65
[3] Azhar basyir, Prinsip-Prinsip Perniagaan Dalam Islam,
Yogyakarta:Husada, Gramatika, 1987, Hlm. 43
[4] Op.cit, Hlm.
375
[5] Ibid. Hlm. 452
[6] M. solahuddin, , Hukum Jual Beli : Raja Grafindo Persada,2007. Hlm. 15
[7] Quraish, Shihab, M.,Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan,
2009. Hlm. 37
Comments