PERIZINAN DUNIA BISNIS


PERIZINAN DUNIA BISNIS
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Aspek Hukum Dalam Bisnis
Dosen Pengampu: Aristoni, S.H.I, M.H.
 







Disusun Oleh :
1.         Windy Vinorika Yuli Astuti           (212418)
2.         Muhammad Deddy Arifudin         (212434)

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM/MBS
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam dunia bisnis atau dunia usaha, perizinan memegang peranan yang sangat penting. Dunia usaha tidak akan berkembang tanpa adanya izin yang jelas menurut hukum, dan izin berfungsi karena dunia usaha membutuhkannya. Dengan kata lain, dunia usaha akan berkembang bila izin yang diberikan mempunyai satu kekuatan yang pasti, sehingga perizinan dan dunia bisnis dapat bekerja dalam kondisi yang nyaman.
Dengan adanya izin, seseorang atau badan hukum dapat mempunyai serangkaian hak dan kewajiban yang membuatnya dapat menikmati dan mengambil manfaat untuk keuntungan usahanya. Namun demikian pemerintah dapat pula mengambil langkah pertimbangan keterbatasan dan kestabilan untuk memelihara persaingan usaha yang sehat dengan membatasi pemberian izin usaha. Dengan adanya keterbatasan peluang yang diberikan berikut pertimbangan kestabilan ekonomi untuk menjaga terselenggaranya persaingan yang sehat, maka penerbitan izin usaha dibatasi, walaupun permintaan izin terus meningkat.
Oleh karena itu. dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai perizinan dunia bisnis.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengaturan perizinan dalam dunia bisnis?
2.      Apa saja jenis perizinan dunia bisnis?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengaturan Perizinan dalam Dunia Bisnis
Izin usaha merupakan suatu bentuk persetujuan atau pemberian izin dari pihak yang berwenang atas penyelenggaraan kegiatan usaha yang dilakukan oleh perorangan maupun suatu badan. Izin usaha bertujuan agar pemerintah dapat memberikan pembinaan, pengarahan dan pengawasan dalam kegiatan usaha. Selain itu juga bertujuan agar pemerintah dapat menjaga ketertiban dalam usaha serta menciptakan pemerataan kesempatan berusaha.
Begitu peliknya masalah perizinan, pemerintah telah mengeluarkan peraturan yaitu Inpres No. 5 Tahun 1984 tanggal 11 April 1984 tentang Pedoman Penyelenggaraan  dan Pengendalian Perizinan di bidang usaha. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem perizinan yang begitu banyak berikut pelaksanaannya.[1] Lampiran Inpres No. 5 Tahun 1984 terdapat tujuh hal penting yang menjadi tolok ukur setiap perizinan yang akan dikeluarkan, yaitu:
1.         Perlunya dikurangi jumlah perizinan yang harus dimiliki pengusaha, sehingga benar-benar diperlukan saja diberikan izin.
2.         Perlunya disederhanakan persyaratan administratif dengan mengurangi jumlah dan menghindari pengurangan persyaratan yang sealur dalam rangkaian perizinan yang bersangkutan.
3.         Perlunya diberikan jangka waktu yang cukup panjang, sehingga dapat memberi jaminan bagi kepastian dan kelangsungan usaha.
4.         Perlunya dikurangi bila perlu meringankan dan menghilangkan sama sekali biaya pengurusan perizinan.
5.         Perlunya disederhanakan tata cara pelaporan, sehingga satu laporan dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan berbagai departemen /instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.
6.         Perlunya dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan periizinan di bidang usaha, dan ditelkankan agar penerima izin dapat diwajibkan untuk memberikan laporan paling banyak satu kali setiap satu semester.
7.         Perlunya dilakukan penerbitan terhadap pelaksanaan perizinan yang menyangkut personel sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepegawaian, termasuk tuntutan ganti rugi, disiplin pegawai negeri dan tuntutan pidana.[2]
Dalam memperoleh izin, biasanya diperlukan persyaratan yang selalu mengacu pada 5 (lima) hal seperti:
1.         Syarat untuk mendapatkan izin.
2.         Bobot kegiatan usaha yang dikaitkan dengan izin yang diberikan.
3.         Berbagai persyaratan penopangnya yang terkait dengan dampak pemberian izin bersangkutan.
4.         Berbagai hak dan manfaat yang dapat digunakan oleh penerima izin.
5.         Penerimaan izin diharuskan untuk memenuhi kewajiban, sesuai dengan pengarahan pemerintah.[3]
Menurut Keppres  No. 53 Tahun 1998, disebutkan adanya beberapa kegiatan usaha yang tidak dikenakan ketentuan wajib daftar perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1.         Usaha atau kegiatan yang bergerak diluar bidang perekonomian dan sifat serta tujuannya tidak semata-mata mencari keuntungan/laba.
2.         Bidang-bidang usaha seperti:
a.         pendidikan formal dalam segala jenis dan jenjang yang diselenggarakan oleh siapapun;
b.        pendidikan nonformal yang dibina oleh pemerintah dan diselenggarakan bersama oleh masyarakat serta dalam bentuk badan usaha;
c.         notaris;
d.        penasihat hukum;
e.         praktik perorangan dokter dan praktik berkelompok dokter;
f.         rumah sakit;
g.        klinik pengobatan.[4]

B.     Macam-macam Perizinan Dunia Bisnis
a.      SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan )
Surat Izin Usaha Perdagangan atau disingkat SIUP adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan perdagangan. Dasar hukum untuk mendapatkan SIUP adalah UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang menyebutkan bahwa suatu perusahaan wajib didaftarkan dalam waktu tiga bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya.
Untuk melaksanakan ketentuan diatas, khususnya ketentuan mengenai izin, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor: 1458/Kp/XII/84 tanggal 19 Desember 1984 tentang Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Dalam Keputusan Menteri tersebut disebutkan bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan diwajibkan memiliki SIUP. Untuk memperoleh SIUP ini, perusahaan terlebih dahulu wajib mengajukan Surat Permohonan Izin (SPI) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma pada kantor Wilayah Departemen Perdagangan atau Kantor Perdagangan setempat.[5]
Ketentuan perusahaan yang harus memiliki SIUP dibedakan menjadi atas tiga kelompok, yakni:
1.      Perusahaan kecil, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto) di bawah Rp. 25.000.000;
2.      Perusahaan menengah, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaan bersih Rp. 25.000.000 sampai dengan Rp. 100.000.000.
3.      Perusahaan besar, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaan bersih diatas Rp. 100.000.000.[6]
Perusahaan yang memiliki SIUP mempunyai tiga kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
1.    Wajib lapor apabila tidak melakukan lagi kegiatan perdagangan atau menutup perusahan disertai dengan pengembalian SIUP, mengenai pembukuan cabang/perwakilan perusahaan, atau mengenai penghentian kegiatan atau penutupan cabang/perwakilan perusahaan.
2.    Wajib memberikan data/informasi mengenai kegiatan usahanya apabila diperlukan oleh menteri atau pejabat yang berwenang.
3.    Wajib membayar uang jaminan dan biaya administrasi perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku.[7]
Untuk memperoleh surat izin usaha perdagangan , terlebih dahulu harus meminta izin dengan suatu permohonan kepada pejabat yang berwenag di bidang perizinan atau pejabat yang ditunjuk oleh departemen yang bersangkutan dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut:
1.    Salinan/fotokopi akta pendirian badan usaha, dan salinan/fotokopi pengesahan dari Departemen Kehakiman bagi badan usaha yang berbadan hukum.
2.    Salinan/fotokopi akta pendirian badan usaha yang dibuat didepan notaries yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri bagi badan usaha yang berbentuk persekutuan.
3.    Salinan/fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemerintah Daerah tempat badan usaha tersebut didirikan.
4.    Salinan/fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/ penanggung jawab badan usaha yang mengajukan izin.
5.    Pasfoto pemilik/ penanggung jawan badan usaha yang mengajukan izin.
6.    Salinan/fotokopi bukti pembayaran uang jaminan dan biaya administrasi badan usaha.[8]
b.      Perizinan Lembaga Pembiayaan
Pengertian lembaga pembiayaan menurut Pasal 1 angka (2) Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana  atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pendirian dan perizinan mengenai lembaga pembiayaan ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Untuk memperoleh izin usaha dan lembaga pembiayaan diatas, terlebih dahulu harus meminta izin dengan suatu permohonan kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut:
a.    Akta pendirian perusahaan pembiayaan yang telah disahkan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b.    Bukti pelunasan modal disetor untuk perseroan terbatas atau simpanan pokok dan simpanan wajib untuk koperasi, pada salah satu bank di Indonesia.
c.    Contoh perjanjian pembiayaan yang akan digunakan.
d.   Daftar susunan pengurus perusahaan pembiayaan.
e.    Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan.
f.     Neraca pembukuan perusahaan pembiayaan.
g.    Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi perusahaan pembiayaan patungan yang di dalamnya tercermin arah Indonesianisasi dalam pemilikan saham.[9]
Pemberian izin usaha ini diberikan selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan izin usaha yang berlaku selama perusahaan masih menjalankan usahanya.
c.       Perizinan di Bidang Industri
Perizinan di bidang industri telah diatur secara khusus dengan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1987 tentang Izin Usaha Industri, di mana pada penjelasannya disebutkan bahwa dalam rangka pencapaian pertumbuhan industri, aspek perizinan akan ikut memainkan peranan yang amat penting. Dengan menyadari akan peranannya, aspek perizinan harus mampu memberikan motivasi yang dapat mendorong dan menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di sektor industri.
Industri yang dimaksud menurut UU No. 5 tahun 1984 tentang Perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.[10]
Ada dua macam izin usaha industri, yaitu sebagai berikut:
1.    Izin Tetap, yaitu izin usaha industri yang diberikan secara definitif kepada perusahaan industri yang telah berproduksi secara komersial. Izin tetap ini berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri yang bersangkutan berproduksi.
2.    Izin Perluasan, yaitu izin usaha industri yang diberikan kepada perusahaan industri yang melakukan penambahan kapasitas dari/atau jenis produk atau komoditi yang telah diizinkan.
Perusahaan yang telah memperoleh izin usaha industri, dibebani tiga kewajiban, yaitu sebagai berikut:
1.    Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukan.
2.    Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya, dan keselamatan kerja.
3.    Melaksanakan upaya hubungan dan kerjasama antar para pengusaha nasional untuk mewujudkan keterkaitan yang saling mengutungkan.[11]
d.      Perizinan Menurut Undang-Undang Gangguan (UUG)
Izin Undang-Undang Gangguan sebetulnya bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada warga/penghuni di sekitar lokasi suatu usaha. Sebab tidak jarang terjadi suatu tempat usaha ditutup oleh pemerintah (pemerintah daerah) hanya karena usaha tersebut diprotes oleh warga masyarakat sekitarnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan masyarakat yang tidak pernah memberikan persetujuan kepada pengelola tempat usaha tersebut.[12]
Izin UUG ini sangat diperlukan untuk kelangsungan usaha secara aman. Hal ini tampak jelas apabila kita berusaha di wilayah DKI Jakarta. Khusus di wilayah DKI Jakarta, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1641 Tahun 1987 tanggl 28 Agustus 1987 yang menugaskan  seluruh walikota untuk melaksanakan pemberian izin  UUG.
Jenis-jenis usaha yang diberikan izin UUG oleh walikota, terdiri atas 54 jenis usaha atau dapat dibagi atas tiga kelompok besar yaitu: kelompok usaha dagang, bengkel, warung; kelompok industri rumah tangga dan jenis usaha lain.
Mengenai pengurusan izin UGG untuk jenis perusahaan yang lebih besar selain jenis usaha di atas, izinnya dikeluarkan oleh pemerintah DKI sendiri. Sedangkan ketentuan dan persyaratan hampir tidak jauh berbeda.
Untuk mendapatkan izin UGG, pemohon berkewajiban mengisi formulir yang telah disediakan dengan dilampiri beberapa jenis dokumen, seperti: gambar situasi; gambar ruangan; surat bukti pemilikan  tanah dan bangunan atau persetujuan pemilik; Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Penggunaan Banguanan (IPB); akta badan hukum (bila diperlukan); tanda bukti WNI dan ganti nama (bila diperlukan); rekomendasi analisis dampak lingkungan (Amdal) bila perlu; surat persetujuan tetangga; akta jual beli perusahaan/ penyerahan/ hibah/ warisan (bila diperlukan); NPWP; Pengantar dari lurah setempat yang diketahui oleh camat.[13]
Setelah berkas permohonan lengkap diisi dan dilampiri dengan dokumen yang diperlukan berkas diajukan kepada Kepala Bagian Ketertiban Pemda Jakarta. Izin UUG dapat diberikan slambat-lambatnya tiga puluh lima hari sejak permohonan diajukan. menurut ketentuan bahwa izin UUG harus didaftarkan ulang seliap lima tahun sekali.[14]










BAB III
PENUTUP
Simpulan
1.      Dalam peraturan perizinan dunia bisnis, pemerintah telah mengeluarkan peraturan yaitu Inpres No. 5 Tahun 1984 tanggal 11 April 1984 tentang Pedoman Penyelenggaraan  dan Pengendalian Perizinan di bidang usaha. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem perizinan yang begitu banyak berikut pelaksanaannya.
2.      Macam-macam perizinan dunia bisnis yaitu:
a.      SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)
SIUP merupakan surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdaganggan. Perusahaan yang wajib memiliki SIUP adalah perusahaan menengah (kekayaan bersih 25 juta- 100 juta) dan perusahaan besar (kekayaan bersih lebih dari 100 juta).
b.      Perizinan Lembaga Pembiayaan
Perizinan Lembaga Pembiayaan merupakan izin badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana  atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
c.       Perizinan di Bidang Industri
Perizinan di Bidang Industri merupakan izin dalam kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri
d.      Perizinan Menurut Undang-Undang Gangguan (UUG)
Perizinan menurut Undang-Undang Gangguan (UUG) merupakan izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan gangguan (kerugian atau bahaya).
DAFTAR PUSTAKA

Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, 2007.
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012.


[1] Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 157.
[2] Ibid., hlm. 157-158.
[3] Ibid., hlm. 158.
[4] Ibid., hlm. 159.
[5] Ibid., hlm. 159-160.
[6]Ibid., hlm. 160.
[7] Ibid., hlm. 161.
[8] Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 85.
[9] Richard Burton Simatupang, Loc. Cit., hlm. 161.
[10] Ibid., hlm. 162.
[11] Ibid., hlm. 163.
[12] Ibid., hlm. 164.
[13] Ibid., hlm. 165
[14] Ibid., hlm. 167.

Comments

Popular posts from this blog

RAGAM METODE DALAM MEMAHAMI ISLAM

LAPORAN STUDI KELAYAKAN BISNIS

KONSEP ELASTISITAS